BAGIAN REVITALISASI DAN
REORIENTASI KELOMPOK TANI - GAPOKTAN
(GAPOKTAN) SEBAGAI
KELEMBAGAAN MILIK PETANI
(Dede S Pramudia, Petani Sumedang)
ABSTRAK
Pengembangan kelembagaan merupakan salah satu
komponen pokok dalam keseluruhan rancangan Revitalisasi Pertanian. Selama ini pendekatan kelembagaan juga telah
menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan perdesaan. Namun,
kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk
mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang
lebih mendasar. Banyak sekali program ataupun kegiatan hanya sekedar berjalan
sesaat dan terkesan tumpang tindih tanpa memperhatikan sinergisitas dan
keintegrasian lembaga lembaga petani.
Ke depan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas
masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan harus
dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri
sehingga menjadi mandiri. Pembentukan
dan pengembangan Gapoktan yang akan dibentuk di setiap desa, juga harus
menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal,
yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.
PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian di bidang kelembagaan dan
pemberdayaan seperti menapaki babak baru seiiring dengan kebijakan Program
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dengan munculnya lembaga GAPOKTAN (Gabungan
Kelompok Tani).
Kebijakan pengembangan Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) sebagai kelembagaan ekonomi di perdesaan, Departemen Pertanian
menargetkan akan membentuk satu Gapoktan di setiap desa khususnya yang
berbasiskan pertanian. Ini merupakan satu lembaga andalan baru, meskipun
semenjak awal 1990-an Gapoktan telah dikenal. Saat ini, Gapoktan diberi pemaknaan baru,
termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway
institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga
lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan
permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian,
dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti, Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian).
Menurut Syahyuti, yang perlu mendapatkan kajian lebih
lanjut, dimana dalam menentukan kebijakan pengembangan lembaga tani (Gapoktan) adalah
perlu dihindari pengembangan kelembagaan dengan konsep cetak biru (blue print
approach) yang seragam, karena telah memperlihatkan kegagalan. Pemberdayaan
petani dan usaha kecil di perdesaan oleh pemerintah hampir selalu menggunakan
pendekatan kelompok. Salah satu kelemahan yang mendasar adalah kegagalan
pengembangan kelompok dimaksud, karena tidak dilakukan melalui proses sosial
yang matang. Kelompok yang dibentuk terlihat hanya sebagai alat kelengkapan
proyek, belum sebagai wadah untuk pemberdayaan masyarakat secara hakiki.
Berdasarkan pengalaman, di samping tersebut di atas
juga harus memperhatikan sinergisitas berbagai program lain juga menyangkut
keintegrasian antara Kelompok Tani dengan Gapoktan. Sehingga tidak terkesan tumpang tindih dan
berjalan masing-masing antara Kelompok Tani dan Gapoktan.
Banyak sekali lembaga tani di tingkat yang lebih
kecil / desa maupun kecamatan antara lain Kelompok Tani, HKTI, KTNA, UPJA, P3A
Mitra cai, Kelompok Lumbung juga Koperasi Tani serta Gabungan Kelompok
Tani. Namun demikian dengan banyaknya
lembaga tani tersebut tidak serta merta diikuti dengan meningkatnya produksi
atau ekonomi petani secara signifikan.
Yang terjadi bahkan seperti berlomba membentuk lembaga tersebut karena
mengejar program yang bisa diturunkan, lebih merupakan sebagai kelengkapan
proyek belaka.
Pengembangan kelembagaan perlu memperoleh perhatian
khusus, karena ia merupakan komponen utama dalam strategi revitalisasi secara
keseluruhan. Fungsi dan orientasi masing
masing lembaga seyogyanya terbagi dengan jelas karena pada hakikatnya baik
kelompok tani maupun gabungan kelompok tani merupakan lembaga tani yang
terintegrasi satu sama lain, seperti
terlihat organisasi / lembaga petani yang lazim ada di wilayah satu desa terlihat
dari gambar berikut :
GAPOKTAN
|
KELOMPOK TANI
|
KELOMPOK TANI
|
KELOMPOK TANI
|
PETANI ANGGOTA
|
PETANI ANGGOTA
|
PETANI ANGGOTA
|
PETANI ANGGOTA
|
PETANI ANGGOTA
|
PETANI ANGGOTA
|
REVITALISASI
KELOMPOK TANI DAN GAPOKTAN
Revitalisasi secara harfiah berarti kembali
penting. Secara pemaknaan penulis menafsirkan
bahwa revitalisasi kelompok tani ataupun
gapoktan sebagai kembalinya penguatan kelembagaan kelompok tani atau gapoktan
sebagai lembaga yang penting bagi masyarakat, dari masyarakat dan untuk
masyarakat dalam hal ini masyarakat tani.
Tentunya hal ini dikembalikan kepada tingkat partisipatif masyarakat
dalam menentukan lembaga tani tersebut.
Adapun reorientasi
kelompok tani dan gapoktan lebih
merupakan sebagai penekanan kembali maksud dan tujuan adanya kelompok tani
maupun gapoktan. Ini penting sekali pada
skala mikro kebijakan dalam keberlanjutan/kesinambungan program dan
terintegrasinya secara kelembagaan antara kelompok tani dengan gabungan
kelompok tani. Hal tersebut menghindari
tumpang tindihnya kepentingan program/proyek dan sekaligus pada penguatan
kelembagaan apakah pada level kelompok tani ataukah pada level gabungan
kelompok tani.
Penulis lebih menyoroti dan mensikapi kelembagaan
kelompok tani dengan gapoktan karena pertimbangan satu sama lain sangat erat
hubungannya. Dimana masing-masing lembaga tersebut obyeknya sama secara
program/proyek yaitu petani (anggota).
Kaitannya dengan berbagai kegiatan ataupun program
kelompok tani ataupun gabungan kelompok belumlah jelas orientasinya akan arah
dan kebijakan. Namun end nya sama yaitu petani
(anggota). Ini terlihat dalam
pembentukan/pembinaan kelompok tani lebih terpapar merupakan lembaga bersama
para petani yang berhimpun dalam kerjasama baik ekonomi maupun sosial, dimana
para petani terhimpun memberikan pastisifasi dengan simpanan wajib, simpanan
pokok, simpanan lumbung dsb. Bahkan ada juga sebagai bentuk pembelian bersama
saprotan atau usaha bersama kelompok tani.
Disisi lain Gapoktan dalam pembentukan / pembinaannya seiiring dengan
turunnya program PUAP (Program Usaha Agribisnis Pedesaan) seperti sebagai
lembaga petani baru dimana menghimpun pula simpanan wajib, simpanan pokok,
manasuka, simpan – pinjam dsb. Padahal
Gapoktan merupakan Gabungan Kelompok Tani Kelompok Tani yang terhimpun, nota
bene bahwa anggota gapoktan adalah
kelompok tani. Hal tersebut secara
administrasi terasa akan sulit dan rancu manakala kegiatan usaha di kelompok
tani berjalan, ditindih dengan kegiatan usaha Gapoktan yang sama. Dalam hal ini haruslah masing masing lembaga
punya satu presepsi yang sama dalam pengelolaan ekonomi petani (anggota). Disinilah penting reorientasi organisasi
kelembagaan petani secara sinergi dan terintegrasi.
Penulis membedakan fungsi dan orientasi kelompok tani
dengan gapoktan secara matriks sebagai
berikut :
No
|
Kegiatan
/ Fungsi / Orientasi
|
Kelompok
Tani
|
Gapoktan
|
Keterangan
|
1
|
Pembelajaran bersama
|
√
|
||
2
|
Penerapan Teknologi Tani
|
√
|
||
3
|
Sosial responsibility
|
√
|
||
4
|
Motivasi
|
√
|
||
5
|
Penghimpunan modal
|
√
|
||
6
|
Usaha bersama
|
√
|
||
7
|
Penyediaan saprotan
|
√
|
||
8
|
Permodalan
|
√
|
||
9
|
Pemasaran
|
√
|
||
10
|
Alsintan
|
√
|
||
11
|
Persediaan Pangan
|
√
|
Dari tabel / matriks tersebut di atas, terlihat mana
fungsi dan orientasi kelompok tani dan mana fungsi gabungan kelompok tani. Fungsi kelompok tani lebih bersifat sebagai
lembaga sosial kultural, pembelajaran bersama, tranformasi teknologi pertanian,
sedangkan gapoktan lebih merupakan lembaga petani yang bersifat sebagai roda
perekonomian petani.
Gapoktan sebagai fungsi
roda ekonomi petani
Tujuan kesejahteraan petani
Kelompok tani sebagai fungsi
sosial edukasi
KAITAN PROGRAM DENGAN
REVITALISASI DAN REORIENTASI
Kebijakan penguatan kelembagaan /
revitalisasi merupakan suatu kegiatan / program program yang diberikan
pemerintah terhadap masyarakat melalui lembaganya. Dengan adanya orientasi yang jelas setidaknya
lebih besar dalam ketepatan untuk implementasi program yang diberikan apakah
untuk kelompok tani atau untuk gapoktan.
Namun demikian ini tidaklah mudah dalam mengimplementasikan suatu
program, dimana justru lembaga lembaga petani berdiri atas proses top down
sebagai kelengkapan suatu kegiatan.
Dalam membentuk atau
merevitalisasi kelembagaan tentunya diharapkan adanya kebijakan baik makro
maupun mikro sehingga tertata suatu lembaga lembaga petani yang terintegrasi
baik fungsi dan kedudukannya. Sinergisitas dan berkelanjutan suatu program dalam
membangun lembaga petani sangatlah diharapkan, tentunya hal ini juga mendorong ataupun
merangsang tumbuhnya lembaga lembaga petani yang kredibel sesuai dengan
kepentingannya. Hal tersebut akan
mengikis tingkat kecemburuan lembaga lembaga petani melihat dari sisi kucuran
program. Dan dengan revitalisasi dan
reorientasi lembaga kelompok tani maupun gapoktan diharapkan sinergi dalam
mencapai titik akhir kesejahteraan
petani.
KESIMPULAN
Pendekatan dalam membangun
kelembagaan kaitannya dengan penyaluran program seyogyanya tidak hanya
berlandaskan pendekatan konsep cetak biru (blue
print approach) yang seragam, namun pula mampu melalui pendekatan kapasitas
sosial kelembagaan (social capacity),
struktur dan jaringan kelembagaan yang ada. Dalam upaya membangun kelembagaan
yang kokoh terintegrasi satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar