Kamis, 09 Agustus 2012

REVITALISASI DAN REORIENTASI KELOMPOK TANI - GAPOKTAN (GAPOKTAN) SEBAGAI KELEMBAGAAN MILIK PETANI


BAGIAN REVITALISASI DAN REORIENTASI KELOMPOK TANI - GAPOKTAN
(GAPOKTAN) SEBAGAI KELEMBAGAAN MILIK PETANI
(Dede S Pramudia, Petani Sumedang)
ABSTRAK
Pengembangan kelembagaan merupakan salah satu komponen pokok dalam keseluruhan rancangan Revitalisasi Pertanian.  Selama ini pendekatan kelembagaan juga telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan perdesaan. Namun, kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Banyak sekali program ataupun kegiatan hanya sekedar berjalan sesaat dan terkesan tumpang tindih tanpa memperhatikan sinergisitas dan keintegrasian lembaga lembaga petani.
Ke depan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan harus dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri.  Pembentukan dan pengembangan Gapoktan yang akan dibentuk di setiap desa, juga harus menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.

PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian di bidang kelembagaan dan pemberdayaan seperti menapaki babak baru seiiring dengan kebijakan Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dengan munculnya lembaga GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani).
Kebijakan pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kelembagaan ekonomi di perdesaan, Departemen Pertanian menargetkan akan membentuk satu Gapoktan di setiap desa khususnya yang berbasiskan pertanian. Ini merupakan satu lembaga andalan baru, meskipun semenjak awal 1990-an Gapoktan telah dikenal.  Saat ini, Gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani  (Syahyuti, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian).
Menurut Syahyuti, yang perlu mendapatkan kajian lebih lanjut, dimana dalam menentukan kebijakan pengembangan lembaga tani (Gapoktan) adalah perlu dihindari pengembangan kelembagaan dengan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam, karena telah memperlihatkan kegagalan. Pemberdayaan petani dan usaha kecil di perdesaan oleh pemerintah hampir selalu menggunakan pendekatan kelompok. Salah satu kelemahan yang mendasar adalah kegagalan pengembangan kelompok dimaksud, karena tidak dilakukan melalui proses sosial yang matang. Kelompok yang dibentuk terlihat hanya sebagai alat kelengkapan proyek, belum sebagai wadah untuk pemberdayaan masyarakat secara hakiki.
Berdasarkan pengalaman, di samping tersebut di atas juga harus memperhatikan sinergisitas berbagai program lain juga menyangkut keintegrasian antara Kelompok Tani dengan Gapoktan.  Sehingga tidak terkesan tumpang tindih dan berjalan masing-masing antara Kelompok Tani dan Gapoktan.
Banyak sekali lembaga tani di tingkat yang lebih kecil / desa maupun kecamatan antara lain Kelompok Tani, HKTI, KTNA, UPJA, P3A Mitra cai, Kelompok Lumbung juga Koperasi Tani serta Gabungan Kelompok Tani.  Namun demikian dengan banyaknya lembaga tani tersebut tidak serta merta diikuti dengan meningkatnya produksi atau ekonomi petani secara signifikan.  Yang terjadi bahkan seperti berlomba membentuk lembaga tersebut karena mengejar program yang bisa diturunkan, lebih merupakan sebagai kelengkapan proyek belaka.
Pengembangan kelembagaan perlu memperoleh perhatian khusus, karena ia merupakan komponen utama dalam strategi revitalisasi secara keseluruhan.  Fungsi dan orientasi masing masing lembaga seyogyanya terbagi dengan jelas karena pada hakikatnya baik kelompok tani maupun gabungan kelompok tani merupakan lembaga tani yang terintegrasi satu sama lain,  seperti terlihat organisasi / lembaga petani yang lazim ada di wilayah satu desa terlihat dari gambar berikut :


     GAPOKTAN
KELOMPOK TANI
KELOMPOK TANI
KELOMPOK TANI
PETANI ANGGOTA
PETANI ANGGOTA
PETANI ANGGOTA
PETANI ANGGOTA
PETANI ANGGOTA
PETANI ANGGOTA
 








REVITALISASI KELOMPOK TANI DAN GAPOKTAN
Revitalisasi secara harfiah berarti kembali penting.  Secara pemaknaan penulis menafsirkan  bahwa revitalisasi kelompok tani ataupun gapoktan sebagai kembalinya penguatan kelembagaan kelompok tani atau gapoktan sebagai lembaga yang penting bagi masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat dalam hal ini masyarakat tani.  Tentunya hal ini dikembalikan kepada tingkat partisipatif masyarakat dalam menentukan lembaga tani tersebut.
Adapun reorientasi kelompok tani  dan gapoktan lebih merupakan sebagai penekanan kembali maksud dan tujuan adanya kelompok tani maupun gapoktan.  Ini penting sekali pada skala mikro kebijakan dalam keberlanjutan/kesinambungan program dan terintegrasinya secara kelembagaan antara kelompok tani dengan gabungan kelompok tani.  Hal tersebut menghindari tumpang tindihnya kepentingan program/proyek dan sekaligus pada penguatan kelembagaan apakah pada level kelompok tani ataukah pada level gabungan kelompok tani.
Penulis lebih menyoroti dan mensikapi kelembagaan kelompok tani dengan gapoktan karena pertimbangan satu sama lain sangat erat hubungannya. Dimana masing-masing lembaga tersebut obyeknya sama secara program/proyek yaitu petani (anggota).
Kaitannya dengan berbagai kegiatan ataupun program kelompok tani ataupun gabungan kelompok belumlah jelas orientasinya akan arah dan kebijakan.  Namun end nya sama yaitu petani (anggota).  Ini terlihat dalam pembentukan/pembinaan kelompok tani lebih terpapar merupakan lembaga bersama para petani yang berhimpun dalam kerjasama baik ekonomi maupun sosial, dimana para petani terhimpun memberikan pastisifasi dengan simpanan wajib, simpanan pokok, simpanan lumbung dsb. Bahkan ada juga sebagai bentuk pembelian bersama saprotan atau usaha bersama kelompok tani.   Disisi lain Gapoktan dalam pembentukan / pembinaannya seiiring dengan turunnya program PUAP (Program Usaha Agribisnis Pedesaan) seperti sebagai lembaga petani baru dimana menghimpun pula simpanan wajib, simpanan pokok, manasuka, simpan – pinjam dsb.  Padahal Gapoktan merupakan Gabungan Kelompok Tani Kelompok Tani yang terhimpun, nota bene bahwa anggota gapoktan adalah kelompok tani.  Hal tersebut secara administrasi terasa akan sulit dan rancu manakala kegiatan usaha di kelompok tani berjalan, ditindih dengan kegiatan usaha Gapoktan yang sama.   Dalam hal ini haruslah masing masing lembaga punya satu presepsi yang sama dalam pengelolaan ekonomi petani (anggota).  Disinilah penting reorientasi organisasi kelembagaan petani secara sinergi dan terintegrasi. 
Penulis membedakan fungsi dan orientasi kelompok tani dengan gapoktan secara matriks  sebagai berikut  :

No
Kegiatan / Fungsi / Orientasi
Kelompok Tani
Gapoktan
Keterangan
1
Pembelajaran bersama


2
Penerapan Teknologi Tani


3
Sosial responsibility


4
Motivasi


5
Penghimpunan modal


6
Usaha bersama


7
Penyediaan saprotan


8
Permodalan


9
Pemasaran


10
Alsintan


11
Persediaan Pangan



Dari tabel / matriks tersebut di atas, terlihat mana fungsi dan orientasi kelompok tani dan mana fungsi gabungan kelompok tani.  Fungsi kelompok tani lebih bersifat sebagai lembaga sosial kultural, pembelajaran bersama, tranformasi teknologi pertanian, sedangkan gapoktan lebih merupakan lembaga petani yang bersifat sebagai roda perekonomian petani. 


Gapoktan sebagai fungsi
roda ekonomi petani
Tujuan kesejahteraan petani
Kelompok tani sebagai fungsi
sosial edukasi

KAITAN PROGRAM DENGAN REVITALISASI DAN REORIENTASI
Kebijakan penguatan kelembagaan / revitalisasi merupakan suatu kegiatan / program program yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat melalui lembaganya.  Dengan adanya orientasi yang jelas setidaknya lebih besar dalam ketepatan untuk implementasi program yang diberikan apakah untuk kelompok tani atau untuk gapoktan.  Namun demikian ini tidaklah mudah dalam mengimplementasikan suatu program, dimana justru lembaga lembaga petani berdiri atas proses top down sebagai kelengkapan suatu kegiatan.
Dalam membentuk atau merevitalisasi kelembagaan tentunya diharapkan adanya kebijakan baik makro maupun mikro sehingga tertata suatu lembaga lembaga petani yang terintegrasi baik fungsi dan kedudukannya. Sinergisitas dan berkelanjutan suatu program dalam membangun lembaga petani sangatlah diharapkan, tentunya hal ini juga mendorong ataupun merangsang tumbuhnya lembaga lembaga petani yang kredibel sesuai dengan kepentingannya.  Hal tersebut akan mengikis tingkat kecemburuan lembaga lembaga petani melihat dari sisi kucuran program.  Dan dengan revitalisasi dan reorientasi lembaga kelompok tani maupun gapoktan diharapkan sinergi dalam mencapai titik akhir kesejahteraan petani.

KESIMPULAN
Pendekatan dalam membangun kelembagaan kaitannya dengan penyaluran program seyogyanya tidak hanya berlandaskan pendekatan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam, namun pula mampu melalui pendekatan kapasitas sosial kelembagaan (social capacity), struktur dan jaringan kelembagaan yang ada. Dalam upaya membangun kelembagaan yang kokoh terintegrasi satu sama lain.